Rajawalibaruna.com | LHOKSUKON – Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Aceh Utara berhasil mengamankan T alias Walid (35), seorang oknum pimpinan lembaga pendidikan terkemuka di Aceh Utara, pada Selasa malam (9/9/2025). Penangkapan ini dilakukan terkait dugaan tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang santriwati berusia 16 tahun, yang menggemparkan masyarakat dan memicu keprihatinan mendalam tentang pengawasan serta perlindungan di lingkungan pendidikan agama.

Kasus ini mencuat setelah laporan dari kakak korban diterima Polres Aceh Utara pada 6 September 2025, yang mengungkap adanya dugaan kelambanan dalam deteksi dan respons terhadap potensi pelanggaran di lingkungan lembaga pendidikan tersebut. Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa kejadian pertama kali terjadi beberapa minggu sebelum laporan diajukan, mengindikasikan adanya indikasi ketakutan atau tekanan yang menghalangi korban untuk segera melaporkan kejadian yang dialaminya.

Kapolres Aceh Utara, AKBP Trie Aprianto, melalui Kasat Reskrim AKP Dr. Boestani, membenarkan penangkapan tersebut dan menyatakan bahwa kasus ini yang melibatkan tokoh agama, yang menimbulkan kekhawatiran tentang efektivitas sistem pengawasan internal di lembaga pendidikan.

“Berdasarkan laporan yang kami terima, pelaku diduga melakukan pemerkosaan terhadap korban di rumahnya yang berada di dalam kompleks lembaga pendidikan tersebut,” ungkap AKP Dr. Boestani pada Jumat (12/9/2025). Pernyataan ini mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kepercayaan yang mendalam di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri. Fakta bahwa kejadian ini terjadi di dalam kompleks lembaga pendidikan tersebut, yang seharusnya menjadi zona aman bagi para santri, menunjukkan adanya celah keamanan yang serius dan perlu segera dievaluasi secara menyeluruh.

Menurut keterangan korban, perbuatan tersebut diduga terjadi pada 19 dan 20 Agustus 2025. Korban mengaku diminta menemui pelaku pada dini hari di rumahnya, sebuah praktik yang tidak lazim dan patut dipertanyakan dalam konteks pendidikan agama. Pertemuan pada dini hari ini tidak didampingi oleh pihak lain, sehingga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji. Dengan dalih memberikan hukuman karena menuduh korban melakukan video call sex (VCS) dengan seorang pria, pelaku diduga memaksa korban melakukan perbuatan cabul, yang mengakibatkan trauma mendalam bagi korban.

Usai kejadian, pelaku diduga mengancam korban agar tidak menceritakan kejadian itu kepada siapapun. Ancaman ini membuat korban merasa takut dan tertekan, sehingga ia baru berani menceritakan kejadian tersebut setelah beberapa waktu berlalu. Peristiwa ini terungkap setelah 28 Agustus 2025, ketika korban bersama santri lainnya diizinkan pulang ke rumah masing-masing. Korban kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya, yang kemudian melaporkannya ke Polres Aceh Utara.

Terduga pelaku kini ditahan di Rutan Polres Aceh Utara. Penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku, korban, serta sejumlah saksi untuk menguatkan pembuktian hukum dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Kasat Reskrim menegaskan bahwa perbuatan ini mencoreng nama baik seorang pimpinan yang seharusnya menjadi pengayom dan guru bagi para santri. Ia juga menambahkan bahwa seorang pimpinan seharusnya memberikan contoh perilaku yang baik dan melindungi para santri dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan.

Atas perbuatannya, T alias Walid dijerat dengan Tindak Pidana Jarimah Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual terhadap Anak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Jo Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Ancaman hukuman yang menanti pelaku adalah uqubat cambuk hingga 200 kali, atau penjara paling lama 200 bulan (16 tahun 8 bulan).

“Proses hukum akan kami jalankan secara tegas, etis, yuridis, humanis, adil, transparan dan akuntabel. Bila ada korban lain boleh menghubungi secara bijak ke Nomor 085277983031. Kami juga berharap kepada keluarga korban untuk dapat mengakses segala informasi kepada kami dan tidak mudah percaya informasi hoax. Jika ada niat duduk bersama, mohon pihak kami diberitahukan perkembangannya demi menjaga kearifan lokal dan stabilitas penanganan perkara,” tegas AKP Dr. Boestani.

Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan yang ketat dan perlindungan yang efektif bagi para santri di lingkungan pendidikan agama. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *