RajawaliBaruna.com | Aceh Utara | Kita akan mengingat seorang pahlawan kemanusiaan yang pernah dijuluki “Ikan Besar”. Kita kenang lagi seorang pejuang kebebasan dan keadilan. Sosok yang penampilannya cukup sederhana. Ia bukan tipikal manusia yang haus akan kekuasaan. Perawakannya kecil, tapi semangatnya untuk membela hak asasi manusia selalu besar. Itulah dia, Munir Said Thalib namanya.

Bagi Aceh, Munir adalah sosok pejuang sejati. Meski bukan berdarah Aceh, ia memiliki rasa kepedulian di atas rata-rata. Munir lebih meu-Aceh daripada kebanyakan orang Aceh pada umumnya. Ia pernah menjadi corong yang menyuarakan nasib Aceh ketika mulut orang Aceh sendiri masih tersumpal dengan operasi-operasi militer.

Dalam kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah dan santrinya, Munir sejak awal berdiri di garda terdepan mengadvokasi kasus pembantaian tersebut. Sebagai penghormatan dan mengenang jasa-jasanya, masjid di komplek pesantren Teungku Bantaqiyah tersebut kemudian disematkan namanya, Masjid Munir.

Tahun 2004, dalam sebuah perjalanan udara menuju ke Belanda untuk melanjutkan studi, Munir dibunuh dengan racun zat arsenikum dosis tinggi dan mematikan di dalam pesawat Garuda GA-974 sebelum mendarat di Amsterdam. Pembunuhan Munir banyak menyita perhatian publik. Berbagai pihak menuntut pengusutan dan pengungkapan kasus pembunuhan tersebut.

Atas desakan masyarakat sipil, negara telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus meninggalnya Munir melalui Kepres No. 111 Tahun 2004. 2x tiga bulan tim ini bekerja dengan melibatkan berbagai unsur pemerintah dan masyarakat sipil. Pada 23 Juni 2005 tugas mereka tuntas dengan menyelesaikan laporan hasil investigasi.

Laporan hasil TPF tersebut telah diserahkan kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. TPF juga telah merekomendasikan temuan hasil investigasi tersebut untuk diumumkan kepada publik. Tapi sampai hari ini, sejak masa SBY sampai periode Jokowi, rekomendasi itu sama sekali tidak pernah dijalankan. Alih-alih diumumkan ke publik, laporan tersebut justru dinyatakan hilang secara tiba-tiba.

Meskipun telah dinyatakan hilang. Hari ini salinan dokumen tersebut sudah bertebaran dan beredar luas di internet. Semua orang bahkan dapat mengaksesnya. Tidak ada yang benar-benar hilang kecuali keinginan untuk menuntaskannya. Kepada negara, kita hanya bisa berharap niat baik, kesungguhan dan keikhlasan dalam penyelesaiannya. Negara tidak boleh lagi mengelabui kasus kematian Munir. Pengungkapan fakta pembunuhan Munir adalah kewajiban dan bentuk tanggungjawab negara dalam menjaga seluruh tumpah darah Indonesia!

Jika zat arsenikum hanya butuh kurang dari 17 jam saja untuk membunuh Munir. Mengapa 17 tahun tidak cukup untuk membongkar semua aktor dan dalang utama sang pembunuhnya?

(Asra Jumanda)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *