Rajawalibaruna.com | BANDA ACEH,— Minggu, 13 April 2025 Sebagai Ketua IWOI Aceh, saya menyaksikan dengan keprihatinan yang mendalam bayang-bayang korupsi dan penyalahgunaan profesi yang menghantui dunia jurnalistik Aceh. Investigasi yang telah kami lakukan mengungkap praktik sistematis sejumlah oknum wartawan dan pimpinan media yang memanfaatkan profesi mereka untuk mengeruk keuntungan dari proyek-proyek pemerintah dan swasta. Modus operandi mereka beragam, mulai dari menjadi makelar proyek, penyalahgunaan iklan, hingga penipuan berkedok pemberitaan. Praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kredibilitas profesi jurnalistik dan kepercayaan publik.
Salah satu modus yang paling umum adalah menjadi makelar proyek. Oknum-oknum ini, yang seringkali mengklaim sebagai wartawan senior atau berpengaruh, memanfaatkan koneksi mereka di pemerintahan dan dunia bisnis untuk menawarkan jasa perantara dalam pengadaan barang dan jasa. Mereka menjanjikan kemudahan akses dan kelancaran proses, dengan imbalan persentase tertentu dari nilai proyek. Praktik ini jelas melanggar hukum dan etika profesi jurnalistik, dan saya akan terus berupaya untuk memberantasnya.
Selain itu, penyalahgunaan iklan juga menjadi modus operandi yang lazim. Beberapa media fiktif didirikan hanya sebagai kedok untuk mendapatkan proyek iklan dari instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Iklan-iklan tersebut seringkali dibayar dengan harga yang tidak wajar, atau bahkan tanpa ada bukti penayangan yang jelas. Beberapa oknum juga melakukan penipuan dengan menawarkan paket iklan yang tidak pernah ada, atau dengan memanipulasi data jumlah pembaca dan jangkauan media mereka. Ini adalah bentuk penipuan yang harus ditindak tegas.
Modus lain yang terungkap adalah penipuan berkedok pemberitaan. Oknum-oknum ini menawarkan jasa pembuatan berita positif atau menekan pemberitaan negatif kepada pihak-pihak tertentu dengan imbalan uang. Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran etika jurnalistik dan dapat dikategorikan sebagai bentuk suap. Kami tidak akan mentolerir perilaku semacam ini.
Investigasi kami menemukan sejumlah media online yang beroperasi secara fiktif. Mereka hanya memiliki situs web sederhana tanpa kantor redaksi yang jelas, bahkan terkadang hanya alamat rumah pribadi. Struktur organisasi redaksi mereka pun seringkali tidak jelas, dengan staf yang minim atau bahkan tidak ada. Media-media ini digunakan sebagai alat untuk mendapatkan proyek iklan dan proyek lainnya, dengan mengatasnamakan profesionalisme jurnalistik. Ini merupakan tindakan yang mencoreng nama baik profesi kami.
Praktik-praktik ini telah menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, justru dikorupsi oleh oknum-oknum yang memanfaatkan profesi jurnalistik untuk kepentingan pribadi. Selain itu, praktik ini juga telah merusak kredibilitas profesi jurnalistik dan menurunkan kepercayaan publik terhadap media. Publik semakin sulit membedakan antara jurnalis yang profesional dan oknum yang hanya mencari keuntungan pribadi. Oleh karena itu, saya mendesak tindakan tegas.
Saya, sebagai Ketua IWOI Aceh, mendesak aparat penegak hukum (APH) dan Dewan Pers untuk segera menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan profesi ini. Saya meminta agar izin operasional media fiktif dicabut dan sertifikat UKW oknum yang terbukti bersalah dicabut. Selain itu, saya juga menyerukan reformasi di dunia jurnalistik Aceh untuk mencegah terulangnya praktik-praktik koruptif serupa di masa mendatang. Peningkatan pengawasan, transparansi, dan penegakan kode etik jurnalistik menjadi kunci dalam membersihkan citra profesi jurnalistik dan mengembalikan kepercayaan publik. Kami berkomitmen untuk membersihkan profesi jurnalistik dari praktik-praktik yang tidak terpuji
(Red)