SERDANG BEDAGAI | Sidang gugatan sengketa tanah seluas 4.719 Ha diduga dikuasai PT. Pasar Dagang Paya Pinang yang terletak di Desa Paya Mabar dan Sei Buluh Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai kembali di gelar pada Rabu, 4/9/2024 sekira pukul 13:00 Wib di Pengadilan Negeri Sei Rampah yang hadiri 18 ahliwaris harus terunda.
Ditundanya sidang perdana sengketa tanah yang diketuk oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Sei Rampah Muhammad Sacral Ritonga S.H.,M.H, disebabkan ketidak hadirannya pihak turut tergugat PT. PD Paya Pinang. Belum diketahui penyebab mengapa pihak PT PD Paya Pinang tidak hadir dalam sidang sengketa tanah tersebut, maka dari sidang akan dilanjutkan pada hari selasa 17/9/2024.
Adapun 18 orang penggugat merupakan ahliwaris dari almarhum Ahmad Dahlan Nasution untuk menuntut PT. PD Paya Pinang mengembalikan tanah milik orang tua mereka yang diduga dikuasai puluhan tahun oleh PT PD Paya Pinang tersebut tanpa ada dasar cacat hukum.
Sebelumnya, selama hidup Almarhum Ahmad Dahlan Nasution membeli sebidang tanah berdiri diatas tanaman yang terletak di Desa Paya Mabar Kecamatan Tebing Tinggi seluas 4.719 Ha. Sebagaimana akte jual beli yang diperbuat dihadapan notaris Hasan Gelar Sutan Pane Parohom, nomor 24 tanggal 8 Desember 1956. Yang berisi peralihan hak dengan jual beli antara Tjong A Fie atas hak konsesi seluas 4.719 Ha yang diperkuat juru ukur di medan pada tanggal 1 juni 1898 nomor 96 yang dapat diterima keputusan Residen Sumatera Timur pada tanggal 24 Februari 1906 dan seterusnya.
Dan secara hukum yang berlaku di Indonesia dalam aturan hukum pertanahan yang diatur pada pasal 20 ayat 1 undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang mengatur bahwa hak milik adalah turun temurun milik keturunan almarhum Ahmad Dahlan Nasution sesuai pasal 20 tersebut , yaitu:
1. Yulie Fauziah Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
2. Mashurruddi Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
3. Enny Dahlan Binti H.Ahmad Dahlan Nst
4. Eva Silvia Binti H.Ahmad Dahlan Nst
5. Ahmad Zuhri Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
6. Abdul Khalid Bin H.Ahmad Dahlan Nst.
7. Asmita Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
8. Ary Agustina Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
9. Abd Haris Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
10. Hikbal Binti Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
11. Hafni Dahriza Binti Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
12. Hafda Mestika Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
13. Hafna Djuwita Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
14. Hafrina Arafah Binti H.Ahmad Dahlan Nst.
15. Dewi Amperawati
16. Muhammad Anugrah Bin Efendi Nasution
17. Nurul Fajriati Binti Efendi Nasution
18. Dini Faruza Binti Efendi Nasution
Selaku kuasa hukum ahli waris, Eko Prasetia, SH, M.Kn dan M. Aris Damanik, SH, ketika Konferensi Pers di halaman Pengadilan Negeri Sei Rampah Serdang Bedagai, mengatakan “Terkait masalah sidang perkara persus HGU dan hak milik klien saya, dalam hal ini pemerintahan cq ATR BPN Serdang Bedagai dimana hak privat dari para klien saya saat ini telah di Begal. Dalam arti negara mendirikan HGU diatas hak privat klien saya tanpa menjalankan prosedur hukum yang berlaku Undang-undang di Republik Indonesia, seperti halnya penggunaan aset negara dan pemberdayaan pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004,” Ucapnya
“Alas setempat HGU PT PD Paya Pinang berdiri di atas tanah swasta klien saya, jadi harapan kami kedepannya, penyelenggaraan tanah dalam hal ini, Atr Bpn Serdang Bedagai lebih terbuka, transparan dan akurat dalam menyelenggarakan pertanahan, agar menutup celah mafia tanah dalam memperdayakan tanah- tanah privat masyarakat di Republik Indonesia tercinta ini.” Pungkas M. Aris Damanik, SH dengan tegasnya
Abdul Haris Nasution anak dari almarhum Ahmad Dahlan Nasution, mewakili 18 ahliwaris menyampaikan kepada awak media, mengatakan “Alas hak tanah almarhum ayah kami, kami dapatkan dari Tjong A Fie dengan akte jual beli, meskipun kami dikecewakan dari pihak PT PD Paya Pinang untuk tahap awal sidang hari ini tanpa kehadiran mereka, selagi kami punya nyawa kami terus berjuang untuk almarhum dan keluarga kami.” Ucapnya berapi-api.
Terkait hal ini, pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai diminta untuk menyatakan netral dan trasparan dalam kasus pembelaan tanah yang sudah puluhan tahun belum juga terselesaikan.
Reporter: Ahmad